“di sana juga ada angkringan, tapi tak senikmat di
kampung..apa karna yang jual bukan orang bayat ya..hahahahha” itulah sepengal
kalimat yg di ucapkan teman saya ketika
pulang kampung, barangkali peribahasa “lain ladang lain belalang, lain tempat
lain adat” itu berlaku. Tidak hanya sekedar menikmati minuman teh
jahe yang wangi,panas, sepet dan menghangatkan akan tetapi warung
angkringan telah menjadi kultur kehidupan masyarakat yang mampu menembus
sekat-sekat antar golongan masyarakat , serta menjadi media bersilahturahmi bersama
teman-teman untuk mempererat komunitas dan menemukan kehangatan berkumpul
bersama. Seperti halnya menikmati kopi,
untuk menemukan sensasi teh di angkringan juga ada caranya tersendiri. Mintalah
teh jahe berikut daun tehnya (tdk di saring) dan jangan diaduk karna si penjual
biasanya memasukkan gula melebihi takaran dan tentunya akan menyebabkan rasa
manis berlebihan, biarkan panas teh mengaduk dengan sendirinya secara perlahan
sehingga teh jahe menjadi kental, anda pun dapat menuangkan air panas hingga
beberapa kali atau biasanya saya menyebutnya
jok dan akan terasa lebih menyenagkan bila qita menikmatinya bersama teman atau seseorang yang kita sayangi.
Jumat, 22 Juni 2012
RUMAH TUA
Barangakali bukan aku saja yang senang mengamati rumah-rumah tua ini,
mungkin segelitir orang yang kebetulan melintasi banguan ini
menolehkan kepala hanya untuk sedikit memuaskan rasa penasaran
mereka. Aku pun juga tidak tahu kapan rumah-rumah ini berdiri,yang
pasti sudah ada sebelum aku di lahirkan dan seingatku bentuknya tidak
pernah di ubah oleh pemiliknya.
Suatu ketika di dinding
rumah tersebut tertempel tulisan besar “rumah di jual”, entah apa
yang ada di pikiran teman ku saat itu hingga terlontar pertanyaan
“apakah kamu akan membeli rumah itu” dengan cepat aku pun
menjawab “Tidak”. Pertama aku tidak punya cukup uang untuk
membeli rumah itu, Kedua saat pagi hari rumah ini memang tampak indah
dan nuansa klasik sangat kental terasa, tetapi ketika hari sudah
berganti malam bangunan ini akan menggelap dan terlihat misterius,
seakan-akan di dalamnya terdapat mahkluk-mahkluk gaib yang
bergentayangan bahkan ketika aku masih kecil, kakak q sering
bercerita bahwa rumah tersebut berhantu, saat malam hari kadang
terlihat roh seorang wanita bergaun putih dan membawa payung mirip
wanita Belanda, mendengarnya saja membuat bulu kuduk ku berdiri waktu
itu.
Aku pun tidak tahu apakah
obralanku ini terlalu keras sehingga si empunya rumah keluar dan
berkata apakah kalian mau melihat lebih dekat rumah ini. Tentu saja
aku pun langsung menganggukan kepala,kesempatan ini lah yg aku
tunggu2 utk menghilangkan rasa penasaran selama ini. Pemiliknya
seorang nenek tua, sorot matanya yang bening disertai guratan-guratan
tegas di wajah menyiratknan panjangnya perjalanan hidup yang telah di
lalui. Dulunya rumah ini adalah milik seorang sinder yang bekerja di
Pabrik Gula Gondang yang kemudian di beli oleh ayahnya semasa
kemerdekaan. Meski bangunan tua, rumah ini terasa asri dengan jendela
dan pintu yang lebar khas arsitek belanda. Mebel kursi tamu, ruang
makan, tempat tidur semuanya terbuat dari kayu jati berukir Jepara.
Terdapat juga hiasan gelas dan cangkir di dalam lemari hias kaca yang
dipajang nampak seperti peninggalan barang kuno
Langganan:
Postingan (Atom)